
Ira Puspadewi, memberikan keterangan usai menjalani sidang vonis atas kasus yang menjeratnya di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (20/11/2025) (Foto:ist)
Jakarta, SBNNEWS.ID - Setelah melewati proses hukum yang panjang, mantan Direktur Utama PT ASDP Indonesia Ferry (Persero), Ira Puspadewi, akhirnya bisa menarik napas lega.
Hal itu dipastikan setelah Presiden Prabowo Subianto memberikan hak rehabilitasi pada Selasa (25/11/2025) kemarin.
Dua terdakwa lainnya dalam perkara akuisisi PT Jembatan Nusantara periode 2019-2022, Muhammad Yusuf Hadi dan Harry Muhammad Adhi Caksono juga mendapatkan hak yang sama.
Pakar Hukum Pidana dari Universistas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar, Dr. Rahman Syamsuddin menyebut, keputusan rehabilitasi ini merupakan upaya memulihkan nama baik terdakwa.
"Rehabilitasi ini adalah upaya negara untuk memulihkan nama baik mereka yang tercemar akibat tuduhan korupsi," ujar Rahman, Rabu (26/11/2025).
Dikatakan Rahman, rehabilitasi yang diberikan Prabowo ini sekaligus menjadi pengingat bahwa proses hukum yang sudah berjalan bisa saja keliru.
"Putusan bebas dari pengadilan menunjukkan bahwa tuduhan awal tidak bisa dibuktikan secara kuat," sebutnya.
Lanjutnya, hasil dari kebijakan Prabowo ini, berujung pada putusan bebas dan rehabilitasi.
"Ini memicu pertanyaan serius tentang bagaimana KPK menjalankan penyelidikan di awal," imbuhnya.
Ketika seseorang ditetapkan sebagai tersangka korupsi, kata Rahman, namun pada akhirnya dinyatakan tidak bersalah oleh hakim, maka mengisyaratkan adanya kelemahan dalam pengumpulan bukti.
"Atau perbedaan cara pandang terhadap aturan hukum," tegasnya.
Ia menekankan, penting bagi KPK untuk mengevaluasi prosedur mereka agar ke depan tidak ada lagi warga negara yang harus menanggung beban proses hukum yang ternyata tidak terbukti benar.
"Dorongan publik yang kuat agar Ira Puspadewi dan rekan-rekannya mendapat keadilan akhirnya dijawab dengan pemberian rehabilitasi oleh Presiden," terangnya.
Rahman mengatakan, meskipun tindakan ini merupakan hak hukum mereka setelah diputus bebas, tapi kemunculan tokoh-tokoh politik dalam isu ini tidak luput dari perhatian.
"Hal ini dapat dilihat sebagai upaya baik untuk menegakkan keadilan dan mengoreksi kesalahan sistem, namun juga dapat diartikan sebagai langkah politik untuk meraih simpati," tandasnya.
"Kasus ini pada akhirnya menunjukkan betapa kompleksnya hubungan antara hukum, keadilan, dan kepentingan politik di Indonesia," kuncinya. (Himawan Aji)


Posting Komentar