Dunia tidak sedang baik-baik saja, Said Agil minta Tokoh dan Ormas Agama jangan hanya jadi penonton

Ketua Umum Lembaga Persahatan Ormas Islam (LPOI) dan  Lembaga Persahatan Ormas Keagamaan (LPOK) Prof. Dr. KH. Said Aqil Siradj saat menjadi pembicara dalam “Konsolidasi Bersama Tokoh Agama dan Ormas Keagamaan “dalam menjawab tantangan pasca transformasi ekonomi politik di Indonesia yang diselenggarakan oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Republik Indonesia (BNPT RI). Kegiatan itu berlangsung di Hotel Milenium, Jakarta, Rabu (30/4/2025). (Foto-foto : PMD BNPT)


Jakarta, SBNNEWS.ID - Indonesia sebagai negara demokrasi dengan jumlah penduduk mayoritas muslim yang sangat toleran, dan dengan legitimasi keislaman yang kuat. Konektifitas dengan ekosistem muslim dan agama-agama di dunia memiliki peran strategis di tengah situasi global yang tidak sedang baik-baik saja. 

Bangsa Indonesia sendiri bisa menjadi alternatif pintu gerbang utama bagi jalan damai dari berbagai konflik di muka bumi.

Hal tersebut dikatakan Ketua Umum Lembaga Persahatan Ormas Islam (LPOI) dan  Lembaga Persahatan Ormas Keagamaan (LPOK) Prof. Dr. KH. Said Aqil Siradj saat menjadi pembicara dalam “Konsolidasi Bersama Tokoh Agama dan Ormas Keagamaan “dalam menjawab tantangan pasca transformasi ekonomi politik di Indonesia. Kegiatan itu berlangsung di Hotel Milenium, Jakarta, Rabu (30/4/2025). 

Menurutnya, kedepan Indonesia bisa menjadi alternatif pintu gerbang utama bagi jalan damai, atas berbagai konflik yang ada di dunia

“Peran ini harus diambil dan dimainkan agar dapat melakukan “islah bainal mutakhosimain”. dalam hal ini, Ormas-ormas Islam dan Ormas keagamaan serta para pemimpin agama tidak boleh hanya jadi penonton dan tidak boleh terbawa ke dalam arus pertarugan yang tidak bersudut antar kepentingan. Tetapi harus bisa berdiri menjadi penyelesai persoalan dan pendamai perselisihan dan harus tegas lurus mengedepankan kepentingan kedaulatan NKRI yang aman, damai, dan sentosa,” ujar Kiai Said dalam kegiatan yang digelar oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) ini.

Kegiatan ini dihadiri kurang lebih 100 peserta yang terdiri dari pengurus ormas yang tergabung di LPOI/LPOK antara lain, Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, Al Washliyah, Persatuai Islam (Persis), Al Irsyad, Darul Da'wah wal Irsyad (DDI), Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti), Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI), Syarikat Islam, Ikatan Dai Indonesia Ikadi, Al Ittihadiyah, Muslimat NU, Aisyiyah, Mathla’ul Anwar, Himpunan Bina Mualaf Indonesia (HBMI).

Sementara dari ormas keagamaan non Islam yakni Persekutuan Gereja Gereja di Indonesia (PGI), Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), Perwakilan Umat Buddha Indonesia (Walubi), Persatuan Umat Buddha Indonesia (Permabudhi), Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI), dan Majelis Tinggi Agama Konghucu Indonesia (Matakin).

Pembicara lain kegiatan adalah  Deputi I bidang Pencegahan, Perlindungan dan Deradikalisasi BNPT Mayjen TNI Sudaryanto, S.E., M.Han..

Pada kegiatan ini juga digelar diskusi dengan menghadirkan narasumber Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI), Dr. KH. Yusnar Yusuf Rangkuti, Direktur Pencegahan BNPT Prof. Dr. Irfan Idris, MA., Staf Khusus Bidang Penegakkan Keadilan dan Konsiliasi Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusiadan Kebudayaan (Menko PMK) Irjen Pol. R. Ahmad Nurwakhid, SE., MM., Prof. Ai Fatimah Nur Fuad dari Universitas Muhamadiyah Prof. Dr. Hamka (Uhamka).

Lebih lanjut Kiai Said mengungkapkan bahwa dunia  tengah berada dalam situasi yang tidak baik-baik saja. Eskalasi konflik dan peperangan terus bergejolak, turbulensi ekonomi terus terjadi, dan ancaman bencana ekologi yang serius terus melanda dimana-mana. 

"Sudah seharusnya hal ini menjadi atensi dari semua pihak, terutama ormas dan tokoh-tokoh agama. Dalam siatuasi ini, Bangsa Indonesia tidak boleh sedikitpun lengah dalam menghadapinya," ujar Kyai Said.

Ia menguraikan bahwa Indonesia kini tengah berada pada titik silang pertarungan peradaban global. Di satu sisi menghadapi hegemoni negara-negara adi kuasa dunia namun di sisi lain Indonesia memiliki peluang hadir menjadi penghubung rantai peradaban di tengah pertarungan peradaban yang tidak bersudut.

Di sisi lain, Indonesia masih menghadapi tantangan dan pekerjaan rumah di dalam negeri yang harus segera dituntaskan terutama dalam menghadapi meningkatnya eskalasi politik dan ancaman terbulunsi ekonomi serta kemungkinan terjadinya ketidakteraturan sosial yang dipicu dari berbagai latar belakang disharmoni dan konflik horizontal antar masyarakat

“Dinamika global yang tengah terjadi dan realitas nasional yang ada harus diwaspadai dengan penuh siapsiaga. Agar tidak ada celah sedikitpun bagi penumpang gelap yang berusaha merusak Indonesia dari dalam dan luar negeri. Narasi “Indonesia Gelap” harus segera di counter dengan narasi “Indonesia Cerah” dengan langkah langkah konkrit,” tuturnya.

Demikian halnya keberadaan skenario asing untuk membuat Indonesia menjadi benar-benar gelap baik melalui rekayasa indeks di pasar modal, melalui permainan nilai tukar rupiah terhadap dolas AS, melalui rekayasa kelangkaan BBM, melalui aksi demonstrasi anarkis, melalui kenaikan harga-harga dan kebutuhan pokok masyarakat, dan juga sangat dimungkinkan melalui aksi teror gaya baru yang belum terprediksi. 

“Semuanya harus segera dicegah dan ditangkal serta harus segera dilawan agar negeri yang kita cintai semakin aman, damai, dan maju,” tegas mantan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) ini.

Kiai Said menilai saat ini era transisi sedang berjalan dan telah terjadi banyak penyelarasan serta konsolidasi kebangsaan sedang dilakukan. Karena itu seharusnya Ormas dan tokoh agama bersama pemerintah terus memeprkuat sistem deteksi dini dan membangun kesiapsiagaan nasional serta sedikitpun tidak boleh acuh tak acuh agar momentum ini tidak mudah direbut dan tidak dimanfaatkan oleh sel-sel radikalisme ekstremisme terorisme untuk berkembang ke arah lebih massif dan bermetamorfosa dalam pola, strategi dan gerakan baru yang mungkin mengarah pada sistem ledakan rendah tapi berdampak luas (low explosive but high impact)

“Ormas-ormas Islam dan Ormas keagamaan serta para pemimpin agama tidak boleh hanya jadi penonton dan tidak boleh terbawa ke dalam arus pertarugan yang tidak bersudut antar kepentingan. Tetapi harus bisa berdiri menjadi penyelesai persoalan dan pendamai perselisihan dan harus tegas lurus mengedepankan kepentingan kedaulatan NKRI yang aman, damai, dan sentosa,” papar kyai yang juga Komisaris utama PT Kereta Api Indonesia (KAI) ini.

Menjawab tantangan ini dan demi untuk kemajuan bangsa, kata Kisi Said, LPOI dan LPOK menyampaikan usulan solusi strategis atas problematikan yang sedang dihadapi Indonesia dengan merujuk inspirasi dari Surat Al-Quraisy

a. Menghadapi krisis global, Indonesia harus lebh agresif membangun diplomasi dan melakukan perdagangan ke berbagai negara dalam segala situasi (selaras dengan spirit Rihlatassyitai washoif)

b. Menghadapi tantangan ketidakteraturan dan menghadapi kemungkinan tumbuhnya generasi baru sel sel radikalisme, maka sudah saatnya pemerintah memfasilitasi semua pemimpin dan umat beragama untuk menjadi lebih muslih, dengan lebih mengoptimalkan dan memfungsikan masjid, gereja, vihara, pura, dan tempat ibadah lainyya sebagai wahana konsoildasi sosial dan kebangsaan serta sebagai center of excellence sekaligus menjadikan tokoh agama sebagai poros penggerak (sesuai dengan perintah Fal Yakbudu Robbahadalbaik)

c. Demi untuk mewujudkan kedaulatan pangan dan energi serta menjaga keamanan serta untuk memperkuat pertahanan dan keamanan mari kita wujudkan lumbung pangan dan energi berbasis masjid, gereja, vihara, pura, dan tempat ibadah lainnya (mendasari pda spirit Alladzi athamahum min juiyu)

d.  Demi Indonesia lebih hebat mendukung sepenuhnya BNPT untuk menjadi garda terdepan  stabilisator nasional dan melakukan pencegahan terhadap berbagai aksi yang merugikan kedaulatan nasional. BNPT harus lebih proaktiff melkaukan pencegahan dini sekaligus menjadi penyemai benih toleransi, harmoni, dan keamanan nasional. Sehingga kedepan perannya lebih massif dan tidak hanya timbul dan tenggelam (mendasar pada waamanahum min khouf) LPOI/LPOK siap memberamai dan bekerja aktif bersama BNPT.

Untuk itu, Kiai Said menuturkan kdepan Indonesa harus memiliki manajemen krisis. Ini pentingnya lebih mengoptimalkan peran ormas dan tokoh agama bukan hanya sebagai pelengkap dan pemadam kebakaran. 

“Kedepan Gugus Tugas Pemuka Agama harussnya bukan hanya ruang silaturahim saja yang ketemuannya setahun sekali tapi harus lebih tegas dan jelas perannya dalam menggerakkan silatul ilmi, silatul amal, silatul mal dan silatul arwah dalam rangkamenjaga kedaulatan NKRI dan mencegah serta memberantas tumbuh kembangnya radikalisme, ekstremisme, dan terorisme,” ujarnya.

Sementara itu Deputi 1 BNPT Mayjen Sudaryanto menyampaikan tiga fungsi besar tokoh agama dan Ormas Keagamaan yang bisa diemban persama dalam menyikapi dinamika tersebut. Pertama sebagai penjaga moral dan etika publik. 

“Tokoh agama adalah penjaga nurani publik. Di tengah percepatan kebijakan dan tekanan ekonomi global, suara pemuka agama dibutuhkan untuk menjaga agar setiap langkah bangsa tetap berpijak pada nilai-nilai keadilan, kejujuran, dan kepedulian,” kata Sudaryanto.

Lalu yang kedua menurut mantan Danrem 084/Bhaskara Jaya ini, Tokoh Agama dan Ormas Keagamaan ini sebagai penyeimbang antara negara dan masyarakat. Ia menjelaskan bahwa Ormas Keagamaan memiliki kedekatan yang sangat kuat dengan masyarakat. 

"Karena Ormas Keagamaan ini mengenal denyut nadi umat, memahami harapan dan kesulitan di akar rumput. Di sisi lain, ormas juga memiliki akses dan komunikasi dengan pemerintah," ucap mantan Komandan Grup 1/Parako Kopassus ini.

Ketiga, ungkap Sudaryanto, tokoh agama dan Ormas Keagamaan sebagai pelayan umat dan pendorong pemberdayaan sosial ekonomi. Sudah terbukti bahwa lembaga-lembaga keagamaan memilliki kapasitas besar dalam menggerakkan ekonomi rakyat, mencerdaskan generasi, serta menjaga solidantas sosial. 

“Ketiga fungsi ini - penjaga moral, penyeimbang sosial, dan pelayan umat-merupakan bentuk kontribusi konkret yang dapat terus kita rawat dan kembangkan,” jelas alumni Akmil tahun 1993 ini.

Dalam semangat kolaborasi, ia yakin bahwa pembangunan bangsa bukanlah tanggung jawab satu pihak saja.  Negara, ormas, masyarakat, dan seluruh elemen harus saling memperkuat, saling menjaga dan saling membesarkan. 

“Mari kita bangun masa depan bangsa ini dengan keseimbangan antara nilai dan nalar, antara kebijakan dan keadilan, antara pembangunan dan pengayoman,” tutur perwira tinggi yang dalam kair militernya dibesarkan di unit elite, Satuan 81/Penanggulangan Teror (Gultor), Kopassus TNI-AD ini. (Adri Irianto)


Click to Comment!

0/Post a Comment/Comments