Sekolah harus jadi tempat yang Nyaman bagi Siswa agar terbebas dari Intoleransi, Kekerasan dan Bullying



Kasubdit Kontra Propaganda Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Republik Indonesia (BNPT RI), Kolonel Cpl. Hendro Wicaksono, SH., M.Krim. (kiri) bersama  Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) Provinsi Papua Barat, Abdul Fatah, S.Pd., MM.(tengah) usai memberikan cinderamata kepada Kepala Sekolah SMK Negeri 2 Manokwari, Regina Antoneta Wutoy (kanan), saat membuka acara “Pelatihan Guru Dalam Rangka Menumbuhkan Ketahanan Satuan Pendidikan Dalam Menolak Paham Intoleransi, Kekerasan dan Bullying”.  Acara yang merupakan hari pertama dari bagian Program Sekolah Damai BNPT ini berlangsung di Aula SMK Negeri 2, Manokwari, Papua Barat, Rabu (13/11/2024) dengan dihadiri hampir 100 guru SMA/SMK sederajat yang ada di Papua Barat. (Foto : Pusat Media Damai / PMD BNPT)

Manokwari, SBNNEWS.ID
Lingkungan sekolah harus menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi para siswanya dalam menempuh Pendidikan. Karena di sekolah setiap siswa bisa belajar dengan damai dan mengembangkan diri mereka secara maksimal. Hal ini tentu menjadi tantangan bagi kalangan sekolah agar lingkungan sekolah terhindar dari intoleransi, kekerasan dan bullying.

“Tentunya lingkungan sekolah ini harus menjadi tempat yang nyaman bagi para siswa yang menerima ilmu-ilmu sebagai bekal mereka kedepan dalam membangun dan mengisi bangsa ini. Jangan sampai lingkungan sekolah ini tumbuh atau berkembang ajaran intoleransi, kekerasan dan bullying yang pada akhirnya dapat menimbulkan kerugian bagi siswa dan bangsa ini,” ujar Kasubdit Kontra Propaganda Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Republik Indonesia (BNPT RI), Kolonel Cpl. Hendro Wicaksono, SH., M.Krim.

 

Hal tersebut dikatakan Kolonel Hendro dalam sambutan dan paparannya saat membuka acara “Pelatihan Guru Dalam Rangka Menumbuhkan Ketahanan Satuan Pendidikan Dalam Menolak Paham Intoleransi, Kekerasan dan Bullying”.  Acara yang merupakan hari pertama dari bagian Program Sekolah Damai BNPT ini berlangsung di Aula SMK Negeri 2, Manokwari, Papua Barat, Rabu (13/11/2024) dengan dihadiri hampir 100 guru SMA/SMK sederajat yang ada di Papua Barat.

 

Lebih lanjut Kasubdit KP BNPT mengatakan, lingkungan sekolah masih menghadapi tantangan serius.  Karena berdasarkan data yang dirilis oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), sepanjang tahun 2023 terjadi sekitar 3.800 kasus perundungan (bullying) di Indonesia. Angka ini meningkat signifikan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, di mana pada 2022 terdapat 226 kasus, 53 kasus di 2021, dan 119 kasus pada 2020.

 

Perundungan yang terjadi ini melibatkan berbagai bentuk kekerasan, baik fisik, verbal, maupun psikologis. Dari total kasus tersebut, 55,5% melibatkan bullying fisik, 29,3% bullying verbal, dan 15,2% bullying psikologis.

 

“Melihat data itu tentunya dampaknya bagi para siswa ini sangat tinggi sekali. Lebih memprihatinkan lagi, siswa Sekolah Dasar (SD) menjadi kelompok korban terbesar dengan angka 26%, disusul oleh siswa SMP dan SMA,” ujarnya.

 

Situasi ini menurutnya tentu menjadi perhatian semua pihak, karena perundungan yang terjadi tidak hanya merusak mental dan kepercayaan diri korban, tetapi juga dapat mengganggu proses belajar-mengajar serta menciptakan suasana yang tidak kondusif bagi seluruh komunitas sekolah. Untuk  guru memiliki peran yang sangat penting dalam membentuk karakter anak didik dan menciptakan suasana yang kondusif di lingkungan sekolah

 

“Karena bapak/ibu adalah figur yang dijadikan panutan oleh siswa, yang kehadirannya bukan hanya sekedar untuk mendidik secara akademis, tetapi juga untuk membimbing moral dan nilai-nilai sosial yang positif bagi anak anak kita kedepannya,” ujar alumni Akmil tahun 1996 ini.

 

Dirinya menjelaskan, di jaman dulu sebelum era reformasi, keberadaan para guru ini sangat dihormati oleh para murid muridnya. Karena apa yang disampaikan para guru atau guru memberikan hukuman yang bertujuan untuk mendidik nilai nilai moral dan kedisiplinan siswa, para siswa tentu akan menuruti dan mematuhinya.

 

“Namun berbeda dengan jaman sekarang. Kalau jaman sekarang guru memberikan hukuman sedikit akan dilaporkan kepada aparat penegak hokum oleh orang tua siswa. Dan tentunya hal ini jangan sampai terjadi lagi kepada guru dan perlu kita carikan solusinya,” ujarnya.


 

Oleh karena itu dengan diselenggarakannya kegiatan pelatihan guru ini dirinya berharap para guru dapat memperkuat kapasitas untuk mengidentifikasi, menangani, dan mencegah terjadinya perundungan, intoleransi serta dapat menyebarkan nilai-nilai perdamaian di sekolah.

 

“Melalui acara pelatihan guru pada program Sekolah Damai BNPT ini, mari kita jadikan lingkungan sekolah di Papua Barat sebagai tempat yang aman, ramah, dan penuh semangat toleransi. Kami mengajak bapak ibu semua untuk saling bekerja sama dalam menciptakan lingkungan belajar yang terbebas dari kekerasan, sehingga siswa dapat merasakan ketenangan dan kenyamanan dalam belajar, dan siap menjadi bagian dari masyarakat indonesia yang inklusif,” ujar Perwira Menengah yang menghabiskan karie militernya di lingkungan Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI ini mengakhiri.

 

Sementara itu Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) Provinsi Papua Barat, Abdul Fatah, S.Pd., MM., dalam sambutannya mengatakan bahwa terorisme ini sudah merupakan suatu ancaman bagi negara, ancaman terhadap kehidupan bangsa dan bernegara yang tentunya harus bersama-sama diperangi. 

 

“Kita selaku pemerintah ataupun selaku kalangan sekolah, satuan Pendidikan, kalangan guru harus bersatu memerangi terorisme. Dan para guru harus memahami dan mengenali ciri cirinya jika hal itu ada pada siswa di lingkungan sekolahnya,’ ujar Abdul Fatah.

 

Menurutnya kegiatan-kegiatan yang digagas BNPT seperti ini tentunya ini akan berdampak sangat positif. Karena bagaimanapun guru ini sebagai penyambung lidah, dimana guru ini yang berhadapan langsung dengan anak-anak dan guru inilah yang lebih tahu tentang karakter anak.

 

“Oleh karena itu seperti yang sudah sering saya sampaikan bahwa guru itu harus ada di garda paling depan. Janganlah kita pernah menyerah pada kondisi anak, tetapi kita harus selalu memberikan atensi kepada anak-anak, sehingga anak-anak ini nantinya akan memiliki nilai-nilai karakter yang akan membangun bangsa dan negara ini,” ujarnya.

 

Dirinya mengakui kalau di era sekarang ini berbeda dengan era jaman dahulu saat dirinya pernah menjadi guru. Dimana selama ini ada beberapa kendala yang dialami para guru dalam mendidik anak yang membuat guru ini sepertinya tidak terlalu maksimal di dalam hal pembinaan karakter anak.

 

“Pertama, adanya kekhawatiran dari orang tua, kekhawatiran dari keluarga dan kekuatiran terhadap aturan. Jika nanti akan melakukan tindakan-tindakan yang sifatnya merugikan siswa, takutnya nanti berpotensi akan diproses secara hukum. Tetapi sesungguhnya saya selaku pribadi dan saya pernah menjadi guru saya tidak pernah takutkan hal itu sepanjang kita tidak mencederai anak secara fatal,” katanya

 

Karena dengan adanya pelatihan ini, para guru harus bisa lebih memahami pola pola intoleransi, radikalisme dan terorisme agar tidak menyebar di lingkungan sekolah. Dirinya berharap pelatihan seperti ini tidak hanya dilakukan di ibukota provinsi semata, tetapi kegiatan seperti ini sebenarnya juga harus dilakukan di tingkat Kabupaten,

 

“Karena di kabupaten itu banyak sekali guru-guru yang perlu mendapatkan pelatihan seperti ini. Mohon selanjutnya hal hal seperti ini kedepan bisa dilaksanakan di Kabupaten agar dapat dihadiri kepala Dinas Pendidikan di tingkat Kabupaten juga. Ini agar para guru di tingkat kabupaten dapat memahami masalah tiga dosa besar yang ada di dunia Pendidikan,” kata Abdul Fatah mengakhiri.

 


Sementara itu narasumber yang hadir,  Akademisi dari Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Prof. DR. HAMKA, Muhammad Abdullah Darraz, MA., M.Ud., mengatakan tdak ada satupun sekolah yang mengajarkan radikalisme dan terorisme, tetapi sekolah harus waspada dan menjadi cure bagi siswa yang terpapar.

 

“Karena apabila kita berhasil melakukan Pencegahan maka akan menjadikan peluang Indonesia ke depan menjadi negara yang harmoni. Tentunya semua pihak di lingkungan sekolah harus bersama-sama untuk meningkatkan kewaspadaan agar anak-anak bisa mencegah dari paham-paham yang bisa merusak,” ujar Muhammad Abdullah Darraz,

 

Dijelaskan Tokoh Muda Muhammadiyah ini, virus radikal terorisme ini bisa.menjangkit kepada siapa saja. Bahkan radikalisme dan terorisme ini seringkali diidentikkan dengan komunitas agama tertentu, padahal agama manapun menolak praktik terorisme.

 

“Selama ini  agama mengajarkan kepada kemuliaan cinta dan kasih.  Namun seiring berjalannya waktu ada banyak oknum yang menjalankan kekerasan dengan menyalahgunakan agama untuk menjalankan praktek kekerasan tersebut,” ujarnya.

 

Sementara itu mantan napi terorisme (mitra deradikalisasi), Muhtar Daeng Lau yang juga menjadi narasumber dalam acara terebut mengatakan bahwa guru yang hebat adalah mereka yang pernah memberi peluang terbaik kepada muridnya.

 

“Hari ini kita membutuhkan guru yang hebat agar di kemudian hari negara menjadi kuat. Pendidikan adalah pilar utama pembangunan bangsa, Kualitas pendidikan yang baik tentunya akan menghasilkan generasi cerdas dan berkarakter yang siap membangun negara,” ujar Muhtar Daeng Lau.

 

Sementara itu narasumber lain yang dihadirkan dalam pelatihan tersebut yaitu  Psikolog untuk Komunitas Sekolah, Rinjani, S.Psi, M.Psi., mengatakan bahwa orang tua adalah role model bagi anaknya. Apabila anak mencontoh kekerasan yang dilakukan orang tuanya, ada kemungkinan anaknya tidak berani melakukan kekerasan di rumah, namun melakukannya di luar rumah/pada teman-temannya.

 

“Orang tua harus mendukung anaknya agar si anak mampu melakukan kontrol terhadap emosi diri, dan hal ini harus dicontohkan oleh orang tuanya. Pelaku bullying bisa jadi melakukan aksinya karena membutuhkan perhatian dan pengakuan dari orang lain. Ini disebabkan kurangnya perhatian di masa kecilnya,” ujar Rinjani.

 

Sementara hari kedua program Sekolah Damai di Papua Barat dengan mengambil tema “ Pelajar Cerdas, Cinta Damai, Tolak Intoleransi, Bullying dan Kekerasan” ini akan berlangsung Kamis (14/11/2024) besok di SMK Negeri 2 Manokwari dengan menghadirkan sebanyak 300 siswa tingkat SMA/SMK yang ada di Manokwari. Turut hadir pada acara tersebut Kepala Sekolah SMK Negeri 2 Manokwari, Regina Antoneta Wutoy.

 

Acara tersebut akan menghadirkan narasumber lain seperti Staf Ahli bidang Pencegahan  Kedeputian I bidang Pencegahan, Perlindungan dan Deradikalisasi BNPT, Prof. (Hc.). Dr. Muhammad Suaib tahir, Lc, MA,   Redaktur Pelaksana Pusat Media Damai (PMD) BNPT, Abdul Malik MA., dan juga Influencer Pendidikan, Vestita Elsada Rumaikewi. Acara ini juga melibatkan Duta Damai BNPT Regional Papua Barat sebagai fasilitator.  Kegiatan itu juga diwarnai dengan lomba menggambar di ember tempat sampah dengan tema “Tolak Intoleransi, Kekerasan dan Bullying yang diikuti seluruh sekolah yang hadir. (Adri Irianto)

 

Click to Comment!

0/Post a Comment/Comments